Friday, March 2, 2012

RATIH [2] UNTUKMU IBU


<<=== ...Cerita Sebelumnya
Setelah ia pergi aku memakai bajuku lagi dan meneruskan menyetrika. Setelah itu aku pergi ke pasar untuk berbelanja seperti biasanya terus kembali ke rumah untuk memasak belanjaan itu. Makanan untuk hidangan sorepun jadi lalu aku membersihkan debu di ruang tamu dengan fakum cleaner, “kring… kring…” suara bunyi telepon. Aku mematikan alatnya dan mengangkat telpon “Hallo, ini rumah pak Agung Sasminto ada yang bias dibantu” ucapku dengan sopan “hallo, ini Agus tih. Apa kamu tidak mematuhiku ?, hari ini kamu ga usah kerja” katanya dan akupun tersenyum sendiri “ya tapi aku sudah menyiapkan makanan untuk bapak” kataku “Wah, ok aku akan segera pulang setelah menyelesaikan pekerjaanku. Tunggu ya Ratih” katanya berbisik ditelepon. Aku merasa senang sekali, bahkan ga nyangka majikanku menyukai gadis sepertiku, tinggi badanku saja terlampau jauh tapi postur tubuhku yang menarik mungkin. Aku segera mandi dan memakai pakaian yang terbaik milikku saat sma dulu rok merah panjang dengan atasan korset merah. Pakaian yang kupakai saat wisuda SMA dulu.


Kring… kring… suara telpon lagi, aku mengangkatnya “bapak tak usah terburu-buru, aku masih belum siap pak” kataku “maaf mbak apa anda yang bernama Ratih ?” kata orang yang tak kukenal “ya benar, saya sendiri, ada apa pak ?” kataku sambil menyesal atas perkataanku tadi “saya pak Min tetanggamu, sekarang ibu Yanti sedang sakit. Kata dokter dia terkena serangan jantung saat berada di pasar tadi pagi” aku tak berfikir panjang aku bergegas menutup telponnya aku menangis dan bersiap-siap untuk pulang, dipikiranku saat itu hanya untuk menemui ibuku saja.
Aku belum ganti baju bahkan sampai aku naik bus kota dan menuju ke terminal lalu menaiki bus antar kota menuju ke kota asalku yaitu kota Batu. Aku sampai dirumah dimalam hari itu, aku mengunjungi rumahku dulu disana aku melihat pak Min dan menghampirinya “pak Min ibuku ada dimana ?” tanyaku sambil tergesa-gesa.  “Ratih ini kamu, oh ibumu ada dirumah sakit sekarang ayo kesana” jawabnya sambil bergegas mengambil motornya dan memboncengku.
Di rumah sakit di kamar duabelas aku melihat ibuku berbaring dan merintih kesakitan, aku menangis dan ingin masuk ke ruangan ibu. “maaf siapa keluarga ibu Yanti ?” kata dokter yang baru saja datang “ya, saya dok” kataku “silahkan ikuti saya” kata dokter sambil memberi jalan dan saya diajak keruangannya kebetulan dokter itu teman SD ku dulu “namamu Pendik ya dok ?” kataku sok kenal “oh kamu Ratih, sampai aku lupa, ah begini Ratih ibumu sekarang mengidap penyakit jantung coroner yang sudah parah. Kalau tidak segera dioperasi mungkin sulit untuk menyelamatkannya” katanya sambil memandangku dengan ramah, aku berfikir terserah dokter saja yang penting ibuku sembuh “trus aku harus bayar berapa dok” kataku sambil melihat wajahnya penuh permohonan. “jangan bilang dok Tih panggil saja aku Pendik, aku ini temanmu, ok ibumu sudah mendapat perawatan dan ditambah biaya operasi jadi totalnya adalah lima belas juta” aku kaget dan bingung padahal aku cuma punya uang dua juta ditambah tabunganku selama ini delapan juta, ini masih kurang. “dok bisakah saya bayar sepuluh juta dulu nanti setelah operasi saya lunasi kekurangannya” kataku dengan tegas. “Tidak apa-apa Ratih, yang penting setelah operasi kamu segera melunasinya” aku berfikir sejenak “baik dokter, aku akan membayarnya sekarang, dan aku akan mengambil sisanya. Tolong jaga ibuku dengan baik ya dok” kataku sambil berdiri “tentu Ratih” kata dokter dengan memandangiku terus.
Aku bergegas membayar sepuluh jutanya dan pergi naik bus kembali ke rumah pak Agung. Aku tidur di bus dan sampai disana sudah pagi petang, aku membuka rumahnya dan mencari pak Agung untuk minta bantuannya. Disini tak ada seorangpun, aku bingung harus mencarinya dimana, aku menelpon kantornya dan disana ia juga tak ada,  aku juga menelpon rumah orang tuanya dan rumah mertuanya disana juga tidak ada. Aku takut kebingungan siapa yang harus kumintai tolong. Aku tak tahu lagi, semua temanku aku tak tahu mereka dimana dan aku juga tak memiliki nomer hp-nya, hpku sudah kujual saat aku sma dulu. Aku menangis sendirian aku berharap pak Agung segera datang dan aku bisa meminta bantuannya. Aku menunggunnya sampai siang hari tapi dia tetap tidak datang juga.
Akhirnya aku punya ide, bagaimana kalau aku pinjam kepada dokter dulu. Diakan temanku juga pasti dia mau, aku hanya ingin ibuku sembuh itu saja. Aku mandi dang anti baju berangkat kembali kerumah sakit lagi, saat sore hari setibanya disana aku bertemu dengan Pendik dokter itu “dok boleh bicara sebentar saja ?” kataku dengan halus “ya, ada apa Ratih” katanya “bisakah aku pinjam uang lima juta buat membayar kekurangannya dok ?” kataku dengan halus “ok boleh, tapi ada syaratnya “ katanya berbisik kepadaku aku curiga “syarat… syarat apa dok ?” kataku dengan penuh curiga “maukah kamu makan malam bersamaku hari ini, biar suster yang menjaga ibumu” katanya dengan lembut “baik, kalau hanya itu aku mau dok” tanpa ragu dia mengambil mobilnya dan membawaku ke tempat terpencil, aku tambah curiga disana aku melihat ada villa. Disitu sepertinya tidak ada orang selain kami “dok ini tempat apa dok ?” tanyaku dengan jantung berdetak kencang. “tenang Ratih ini tempat yang kita tuju, ayo turun !” aku langsung turun dari mobil dan berlari kearah terbalik, aku takut kalau ada apa-apa denganku. Tapi dia bisa mengejarku dia memelukku tapi aku tak tinggal diam aku melawannya,  ala hasil aku tetap perempuan yang lemah dan tak sanggup melawannya. Dia mengangkatku dan membawaku sampai kedalam villa dia meletakkanku di kamar. Aku sudah lelah memukulinya tapi dia sama sekali tak kesakitan.
Lalu dia mengunci semua pintu divilla itu dan dia datang kepadaku kamar itupun dikuncinya dari dalam, dia melepas bajunya dan aku tahu apa maksudnya. Aku tak tinggal diam aku berteriak sangat keras “tolong… tolong…” tapi tidak ada orang lain yang mendengarnya “percuma Ratih, disini hanya ada kita berdua. Jangan malu kamu pasti juga mau kan” katanya sambil tersenyum menatapku. Entah bagaimana saat aku menatapnya dia sudah tak mengenakan pakaian, aku melihat miliknya yang sudah tegak, “dok jangan lakukan ini dok, tolong dok” kataku ketakutan. Dia tak bicara apapun langsung menyergapku, aku melawannya. Dia sudah memegang tanganku dan dia sudah menyiapkan tali untuk menali tangan kiriku di ujung kiri ranjang dan tangan kananku diujung kanan ranjang. Aku sudah berusaha keras untuk melepasnya tapi tidak bisa, dan sekarang kakiku yang diikat di kedua tempat yang berbeda lainnya. Aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, aku menangis “dokter biadap, tak bermoral, dasar anjing” kataku sambil memelototinya saat dia berdiri memperlihatkan keperkasaannya. Dokter itu menjilati ujung rambut sampai ujung kakiku, aku tak bisa menghindar. Dia memaksaku untuk menciumnya sampai bibirku basah terkena lidahnya. Aku tak tahu bagaiman caranya tapi leherku tiba-tiba ada cupang. Dia benar-benar membuatku tidak berdaya, menjilati payudaraku yang masih terlindungi baju yang kupakai. Aku merasa dokter ini tahu bagaimana memuaskan wanita seperti aku ini. Tiba-tiba dia berhenti dan aku melihatnya dia tersenyum sambil membawa pisau, aku berteriah “tolong… tolong…” aku takut kalau aku akan dibunuhnya. Dia menggunting bajuku mulai dari tengah, tali BH-kupun tergunting, aku merasa bingung dan menagis terus menerus sambil memalingkan wajahku. Dia menggunting semua pakaian yang kupakai. Padahal itu adalah bajuku yang biasa kupakai untuk bepergian, setelah semuanya tergunting aku merasa malu ingin menutup pertahanan terakhirku itupun tidak bisa. Dia kembali menjilatiku kini mulai dari pusarku, aku sangat geli tapi aku tahan. Dia menjilati dengan lembut aku tak tahan dan akupun mendesah “aah… ach…”, aku melihatnya dia tersenyum padaku dan dia melanjutkannya. Aku sudah tak peduli apa yang terjadi aku berhenti menangis dan terus menahan untuk tak mendesah, dia mempluntir ujung payudaraku dan meremas-remas payudaraku yang montok ini serta menjilati organ kemaluanku, aku tetap menahannya tapi sudah terlanjur aku tak bisa menahanya lagi terus menerus aku mendesah. Dokter bejat itu tiba-tiba meletakkan senjatanya yang sudah berdiri ke wajahku, aku tak mengerti apa yang dia mau. Dia menjambak rambutku dan memaksa senjatanya dimasukkan ke mulutku, aku tak bisa apa-apa selain menangis mulutku juga tak bisa ku gerakkan, aku sudah lelah sampai sulit bernafas. Dan dia menghentikannya tapi setelah itu dia menyerang pertahanku yang terakhir, dan aku merasa ada sesuatu yang masuk ke tubuhku. Aku melihat ke bawah dan ternyata banyak darah yang keluar dari situ, aku terkejut dan tak ingat apa-apa.
Hari sudah pagi aku bangun, dan ingat apa yang semalam dokter bejat itu lakukan padaku. Aku menangis tak bisa menahannya. Tiba-tiba dia datang membawakan segelas jus kepadaku “aku akan bertanggungjawab Ratih” katanya dengan sopan “aku mengambil gelasnya dan kulempar dikepalanya sampai kepalanya berdarah. “tak apa-apa Ratih aku pantas menerimanya, bajumu ada di meja itu aku akan kebawah” katanya dengan meringis kesakitan. Aku berhenti menangis dan memakai baju itu langsung kebawah.
“Pendik ayo kembali kerumah sakit, kamu harus menepati janjimu” kataku sambil menghapus air mataku. Lalu kamipun berangkat kerumah sakit, dia tak berbicara sepatah katapun aku entahlah walaupun dia mengajakku bicara aku juga tak akan mau meladeninya. Setelah sampai di rumah sakit aku bergegas kmenuju ruangan ibuku dirawat, disana ibu sudah sadar setelah operasi dilangsungkan. Aku tak mengerti kata suster kemaren dokter Pendik sudah mengoperasinya, dan juga sudah membayar kekurangannya. Aku berfikir Pendik sudah melunasinya sebelum dia melakukan hal itu kepadaku, aku tak mau tahu lagi mengenai Pendik.
Keesokan harinya “Tih… Ratih bangun nak, ayo kita pulang kerumah !” kata ibuku sambil membangunkanku. “tih kata dokter Pendik tadi ibu sudah boleh kembali kerumah hari ini” kata ibu dan saat mendengar ada nama dokter Pendik disebut aku langsung sadar “bisakah kita pergi sekarang juga bu ?” kataku memaksa “ya ayo kita pulang nak, kamu sudah lama tak pulang ibu merindukanmu tih. Nanti setelah pulang tak masakkan rawon kesukaanmu” kata ibu tersenyum bahagia “ayo bu. Setelah berada dirumah aku kembali tidur lagi, tak memikirkan hal lainnya.

Catatan : cerita ini hanya fiksi tak ada dalam kehidupan sebenarnya, silahkan melihat aksi Ratna berikutnya di "RATNA [3] AGUNGKU SAYANG"

No comments:

Post a Comment